Menegakkan Konstitusi di Tengah Badai Tata Kelola 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran Implementasi Koperasi Desa Merah Putih

Berita1777 Dilihat

Potretterkini.id, KENDARI-Program Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) yang digulirkan dalam satu tahun awal kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka adalah respons yang sah dan relevan terhadap Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.

Konstitusi mengamanatkan bahwa perekonomian harus disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi, secara historis dan yuridis, adalah manifestasi paling murni dari ekonomi kerakyatan tersebut.

Komitmen pemerintah untuk menjadikan desa sebagai locus utama penguatan swasembada pangan dan peningkatan potensi lokal patut diapresiasi. Namun, besarnya skala program termasuk kucuran dana dan target pembentukan puluhan ribu koperasi membawa risiko hukum dan manajerial yang jika tidak diatasi, justru dapat mencederai semangat konstitusi itu sendiri. Tantangan terbesar terletak pada gap antara legalitas formal yang dipenuhi dan substansi tata kelola yang independen dan akuntabel.

Kritik dan Permasalahan Hukum Krusial (Diagnosis)

Permasalahan dalam implementasi KDMP bersumber dari tiga pilar utama: tata kelola kelembagaan, akuntabilitas keuangan, dan harmonisasi regulasi.

Masalah Tata Kelola (Kepengurusan dan Independensi)

Politikalisasi vs. Otonomi: Kritik utama adalah risiko “kooptasi politik” atau “titip-menitip” pengurus oleh elite kekuasaan di tingkat daerah (Kepala Desa, stakeholder politik lokal). Hal ini secara fundamental melanggar prinsip demokrasi internal koperasi, yang mengharuskan kepengurusan dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Rapat Anggota Tahunan (RAT).

Koperasi yang didominasi oleh figur “titipan” akan kehilangan independensi dan tidak lagi merefleksikan kehendak anggota, bertentangan dengan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Kompetensi Manajerial: Program ini mensyaratkan koperasi desa memiliki unit bisnis kompleks (cold storage, ritel/gerai, simpan pinjam). Mayoritas pengurus desa, meskipun berintegritas, mungkin belum memiliki kompetensi manajerial, akuntansi, dan literasi teknologi yang memadai untuk mengelola aset dan modal yang besar secara profesional. Legalitas badan hukum tanpa kapabilitas akan berujung pada kegagalan operasional.

Gap Potensi Lokal: Adanya kecenderungan untuk menyeragamkan model bisnis KDMP (misalnya, semua harus memiliki gerai dan cold storage), mengabaikan keunikan komoditas dan rantai pasok lokal. Ini menghambat realisasi semangat ekonomi berbasis potensi desa dan menimbulkan inefisiensi struktural. Masalah Akuntabilitas Keuangan (Pengawasan Dana Besar)

Ancaman Moral Hazard dan Korupsi: Pemberian dana publik yang masif dengan cepat ke puluhan ribu entitas baru meningkatkan potensi penyalahgunaan dana (mismanagement) dan korupsi (fraud). Risiko ini diperparah jika sistem pengawasan internal (oleh Badan Pengawas Koperasi) dan eksternal (Inspektorat/BPK/Kejaksaan) belum siap atau tidak menjangkau tingkat desa secara efektif.

Kelemahan Audit dan Transparansi: Koperasi desa umumnya memiliki kelemahan dalam menyusun laporan keuangan yang standar dan auditable. Tanpa sistem akuntansi yang terintegrasi dan transparan, pelaporan penggunaan dana (terutama yang bersumber dari APBN/APBD) menjadi rentan manipulasi, melanggar prinsip akuntabilitas publik.

Masalah Legalitas dan Implementasi Hukum
Status Hukum dan Perizinan Usaha: Meskipun telah berbadan hukum koperasi, banyak KDMP yang menghadapi hambatan dalam memenuhi perizinan usaha terkait unit-unitnya (misalnya, izin ritel, izin apotek desa, perizinan gudang pangan). Proses birokrasi ini seringkali kompleks dan memakan waktu, menghambat operasionalisasi KDMP di lapangan.

Perlindungan Hukum Aset, Diperlukan kejelasan hukum mengenai status aset yang dibeli dengan dana publik (misalnya cold storage atau kendaraan operasional) jika KDMP mengalami kegagalan atau pembubaran. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan sengketa hukum di masa depan dan kerugian negara.

Upaya Penyelesaian Masalah (Solusi Hukum dan Kebijakan)

Untuk mengamankan KDMP sebagai pilar ekonomi kerakyatan, diperlukan langkah-langkah solutif yang berfokus pada penguatan kerangka hukum dan tata kelola kelembagaan.

Penguatan Otonomi dan Antikorupsi Kelembagaan
Klarifikasi Non-Intervensi (Sertifikasi), Pemerintah harus menerbitkan Peraturan Presiden atau Peraturan Bersama Menteri yang secara tegas melarang intervensi politik lokal dalam pembentukan dan pemilihan pengurus. Koperasi yang terbukti memiliki pengurus “titipan” harus ditinjau ulang statusnya atau dibekukan pendanaannya.

Pendidikan dan Sertifikasi Pengurus, Wajibkan setiap calon pengurus KDMP mengikuti sertifikasi manajerial yang diselenggarakan oleh lembaga independen atau kerjasama tingkat perguruan tinggi

Keberadaan sertifikat ini menjadi syarat mutlak untuk menduduki jabatan pengurus inti.

Penguatan Anggota melalui Digitalisas, Fasilitasi penggunaan platform digital untuk RAT dan pelaporan keuangan. Digitalisasi memungkinkan partisipasi anggota secara luas dan transparan, menguatkan kedaulatan anggota sebagai antidot terhadap politikalisasi.

Peningkatan Akuntabilitas dan Pengawasan Keuangan

Audit Wajib dan Transparansi Data, Peraturan Menteri harus mewajibkan Audit Independen (akuntan publik) untuk KDMP yang menerima dana publik melebihi ambang batas tertentu. Hasil audit wajib diumumkan secara terbuka di kantor desa dan website khusus. Penguatan APIP dan Sinergi APH, Perkuat kapasitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di daerah (Inspektorat). Bentuk tim sinergi antara Kejaksaan, Kepolisian, dan APIP. untuk memberikan pendampingan hukum preventif sekaligus penindakan cepat terhadap indikasi penyalahgunaan dana.

Harmonisasi Kebijakan dan Pemanfaatan Potensi Lokal

Penyusunan Rencana Bisnis (RBP) Wajib, Pencairan dana harus didasarkan pada Rencana Bisnis yang Matang dan disetujui melalui RAT. RBP wajib mencantumkan analisis potensi unggulan desa (pertanian, perikanan, pariwisata, dll.) sebagai dasar model bisnis, bukan model seragam. Harmonisasi Perizinan Omnibus, Kementerian terkait (Kemenkop, Kemendag, Kemenkes) perlu menyederhanakan perizinan usaha KDMP melalui mekanisme single window di tingkat daerah, menjadikannya pengecualian dari birokrasi perizinan usaha normal demi percepatan implementasi.

Perlindungan Aset Negara/Desa, Susun Peraturan Pemerintah yang secara jelas mengatur status hukum aset yang diperoleh KDMP dari dana publik, termasuk mekanisme pengembalian atau pengalihan aset jika terjadi pembubaran atau kegagalan usaha, untuk meminimalisasi kerugian negara dan sengketa hukum.

Penutup
Program KDMP adalah tonggak penting dalam upaya penegakan ekonomi kerakyatan sebagaimana semangat UUD 1945. Namun, tanpa pengawasan hukum yang ketat, independensi kepengurusan, dan tata kelola yang transparan, program ini berisiko terperangkap dalam jebakan politikalisasi dan maladministrasi keuangan.

Sebagai dosen Ilmu Hukum berkewajiban mengawal program ini dari perspektif hukum administrasi negara dan hukum pidana korupsi. Keberhasilan pemerintahan Prabowo-Gibran dalam merealisasikan KDMP tidak hanya diukur dari angka statistik pendirian, tetapi dari sejauh mana koperasi tersebut mampu menjadi entitas yang otonom, akuntabel, dan benar-benar berakar pada potensi lokal untuk mewujudkan swasembada pangan dan kesejahteraan desa. **

Oleh: Dr. Munawir SH MH

Komentar