Idul Fitri dan Nilai Sosial Profetik Ibadah Puasa Ramadhan

Metro Kota1200 Dilihat

Potretterkini.id-Pada konteks ajaran agama Islam, berbagai nilai pendidikan spritual dan sosial sejatinya dapat ditemukan dalam berbagai bentuk ibadah, antara lain ritualitas ibadah puasa Ramadhan. Penting disadari bahwa sebagai salah satu pilar dalam rukun Islam keberadaan ibadah puasa (puasa ramadhan) bukanlah aktifitas ibadah simbolik tahunan tanpa nilai dan makna melainkan memiliki misi besar dalam pembentukan kepribadian seorang muslim.

Esensi ibadah puasa bertujuan agar seorang muslim dapat beristiqomah menghidupkan nilai-nilai puasa tidak hanya selama bulan suci Ramadhan, melainkan tetap berlanjut setelah berakhirnya bulan suci Ramadha, untuk terus menjadi uamat terbaik sebagaimana yang terterah dalam Al-Qur;an pada surat. Ali Imran, ayat 110.

Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Berdasarkan surat Ali Imran ayat 110, dirumuskan tiga nilai sosial profetik landasan paradigmatik keislaman yakni: 1) nilai humanisasi (amar makruf), 2) liberasi (nahi munkar) dan 3) transendensi (keimanan) yang diderivasikan dari misi ajaran Islam.
1. Humanisasi

Kepedulian Sosial sebagai manifestasi Nilai Humanisasi. Melalui ibadah puasa, seorang muslim dapat memahami pesan ajaran Islam terkait pentingnya menjaga hubungan baik antara manusia dengan Tuhannya (hablun minnallah) sekaligus hubungan baik antara manusia dengan sesama manusia (hablun minannas). Predikat sebagai bulan kepekaan sosial juga dikuatkan dalam Hadis Nabi terkait anjuran untuk memberi makan orang yang berbuka puasa.

Artinya: “Barangsiapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikitpun.” (HR. Tirmidzi).
Nilai kepedulian sosial dapat dilihat dalam pada perintah mengeluarkan zakat fitrah sebagaimana dijelaskan pada Hadis Nabi SAW. Artinya: Pahala puasa Ramadhan digantungkan antara langit dan bumi, tidak diangkat kepada Allah kecuali dengan dibayarkannya zakat fitrah.

Berpijak pada pesan kepedulian sosial dalam dua Hadis di atas, menunjukan bahwa ibadah puasa tidak dapat dilepaskan dari fungsi kepedulian sosial yang mengikutinya. Nilai humanisasi merupakan nilai yang timbul dari pemaknaan kreatif terhadap ajaran Islam yang berupa amar ma‟ruf (menegakkan kebenaran) juga dapat dimakanai sebagai keutamaan, kebenaran, keadilan, kelayakan, pantas, patut dan bakti

2. Liberasi (Nahi Munkar)

Nilai liberasi berorientasi pada empat (4) hal pokok: 1) Pertama, liberasi sistem pengetahuan yang bertujuan untuk membebaskan manusia orang dari sistem pengetahuan materialistis, dan dari dominasi struktur kelas, kemanusian, 2) Kedua, liberasi dalam sistem social yang berorientasi untuk menjaga manusia dari dampak negartif sistem sosial industrial, 3) Ketiga, liberasi dari sistem ekonomi yang berdampak buruk berupa kesenjangan kesejahteraan dalam kehidupan antar umat manusia, 4) Keempat, liberasi dalam sistem politik yang bermaksud untuk membebaskan sistem politik yang otoriter, diktator, neofeodalisme dan lain sebagainya.

Pembinaan Karakter Kesalehan soosial sebagai manifestasi Nilai Liberasi, merupakan upaya dalam pembentukan kepribadian atau karakter individu dapat melalui pengoptimalisasian pembelajaran sekaligus penanaman berbagai nilai sosial dan agama. Nilai liberasi dalam ritualitas ibadah puasa merupakan nilai yang membutuhkan perenungan dan kesadaran mendalam bagi pelakunya untuk mewujudkannya sebagai nilai kongkrit dalam kepribadian dan tingkah laku.

Menurut al-Ghazali setidaknya ada enam adab yang harus dijaga dalam menjalankan ibadah puasa, antara lain: mengkonsumsi makanan-makanan yang halal & baik, menghindari perselisihan, menjauhi ghibah, tidak berbohong tidak menyakiti orang lain, dan Menjaga anggota badan dari segala perbuatan buruk.
Memahami makna di balik perintah kewajiban ibadah puasa ramadhan. Sebagaimana penting diketahui dan disadari kembali bahwa kata imsak (menahan) sebagai kata kunci dalam ibadah puasa tidaklah sekedar berupa aktifitas simbolik menahan perkara-perkara yang dilarang, seperti makan, minum, berhubungan intim di siang hari.

Namun juga harus dipahami sebagai aktifitas menahan keinginan hawa nafsu. Ibadah puasa bukanlah sekedar ibadah yang menekankan aktifitas jasmani, melainkan juga aktiftas nafsani. Dalam konteks puasa nafsani, ibadah puasa dapat menjadi sarana pembetukan karakter seorang muslim.

3. Transcendence

Komitmen keimanan sebagai manifestasi Nilai Transendensi, dalam perspektif teologi Islam, dijelaskan bahwa konstruksi sebuah bangunan keimanan seorang muslim meliputi dimensi batiniah dan dimensi lahiriah. Di mana dimensi esoteris merupakan dimensi sikap kepercayaan. Bahwa ibadah puasa merupakan medium bagi seorang muslim untuk dapat melatih, mengasah sekaligus meningkatkan kualitas ketaatannya dalam beragama.

Dalam konteks inilah, sikap ihsan juga penting dibutuhkan guna memperkokoh sikap transendensi seorang muslim dalam kehidupan beragama. Sebagaimana penting kita ketahui kembali secara definitif, terminologi Ihsan telah dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW dalam Hadisnya yang artinya: Ihsan adalah ketika kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, dan jika kamu tidak dapat melihatnya, maka Allah pasti melihatmu‟. (HR Muslim).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagai ibadah jasmani dan sekaligus nafsani, ibadah puasa dapat menjadi medium untuk menanamkan dan mengasah nilai transendensi dalam ajaran Islam yang berupa Islam, Iman dan Ihsan, sehingga diharapkan hati seorang muslim dapat mengalami ketentraman dalam mengarungi kehidupan sehari-hari. **/.

Oleh: Dr. Anidi, M.Si., M.S.I., M.H
Dekan FKIP Unsultra

Komentar