Potretterkini.id, KENDARI– Universitas Sulawesi Tenggara (Unsultra) kembali mendapatkan kepercayaan dari mitra luar negeri untuk secara bersama-sama menggelar event level internasional dan menunjukkan kiprah dan kepedulian globalnya dalam isu global terkait bagaimana membangun budaya digital yang beretika dalam berinteraksi dalam ruang daring dengan menjadi Co-Host dalam International Conference: Building A Culture of Courtesy in Online Spaces- Fostering Empathetic Digital Interactions, yang diselenggarakan oleh International Transnational Education Association (ITEA) dan Internasional Cultural Communication Center Malaysia (ICCCM) bekerja sama dengan berbagai universitas dari Asia, Afrika, Eropa dan Indonesia termasuk Unsultra.
Konferensi yang digelar secara daring ini dibuka secara resmi pada pukul 15.00 GMT+8, dengan sambutan pembukaan dari perwakilan ITEA dan Co-Host, termasuk Rektor Unsultra Prof. Dr. Ir. Andi Bahrun M. Sc., Agric.
Dalam sambutannya, Prof. Andi Bahrun mengatakan bahwa era digita telah membawa dampak positif bagi kemajuan peradaban tetapi juga telah menimbulkan dampak negatif. Akhir-akhir ini banyak sekali dampak negatif dari interaksi digital seperti maraknya cyberbullying dan hate speech, merebaknya hoax dan disinformasi, menurunnya kualitas interaksi dan komunikasi, ancaman terhadap privasi dan keamanan data pribadi, serta lingkungan daring yang kurang produktif dan nyaman.
Beberapa dampak negatif tersebut tidak hanya berdampak pada individu saja, tetapi juga masyarakat lapisan bawah, level nasional dan dunia atau masyarakat global. Oleh karena itu, pentingnya pembangunan karakter dan etika dalam transformasi digital saat ini.
“Digitalisasi bukan hanya soal teknologi, tetapi juga tentang bagaimana membentuk generasi yang mampu bersikap etis dan bertanggung jawab di ruang maya,” Membangun budaya kesopanan dan kesantunan dalam Ruang Daring-Memupuk Interaksi Digital yang Berempati menjadi sangat penting dan urgent.
Membangun Budaya kesopanan dan kesantunan, etika digital, dan memupuk Interaksi digital yang berempati bukanlah tugas yang mudah, tetapi sangat penting masa kini dan untuk masa depan dunia digital yang lebih baik. Pendidikan karakter atau etika digital harus menjadi prioritas, terutama bagi generasi muda, agar mereka paham bagaimana berinteraksi secara positif di dunia maya.
Pendidikan karakter/etika digital merupakan tutugas bersama baik pemerintah, lembaga pendidikan, keluarga, masyarakat, maupun penyedia platform media sosial, sehingga dapat mengarahkan pengunaan dan budaya digital yang lebih beradab.
Harapan dari pendidikan karakter adalah menjadikan media sosial sebagai salah satu alat komunikasi terbesar di dunia, yang dapat digunakan secara bijak untuk membangun karakter dan meningkatkan etika, bukan untuk merusak, menyebarkan ujranan kebencian dan lebih-lebih apalagi jangan sampai terjadi perpecahan,” ujarnya.
Membangun budaya kesopanan, etika digital, dan menumbuhkan empati sangat penting dalam berinteraksi secara digital di dunia digital karena membantu menciptakan lingkungan daring yang aman, adil, dan produktif.
Dengan memahami dan mempraktikkan budaya kesopanan, etika digital, dan menumbuhkan empati dalam interaksi digital, kita dapat menghindari tindakan negatif seperti perundungan siber, penyebaran berita palsu (hoax), dan ujaran kebencian, serta dapat terbangun hubungan yang positif dengan orang lain serta tercipta lingkungan daring yang kurang produktif dan nyaman,ungkapnya .
Keynote dari Unsultra Soroti Etika dan Fraud di Dunia Digital Sebagai salah satu keynote speaker, Dr. Hijriani, Kepala LPPM Universitas Sulawesi Tenggara, menyampaikan materi berjudul “Challenges and Solutions: Diminishing Civility, Fraud, and Ethics in the Digital Space.
”Dalam paparannya, Dr. Hijriani menekankan bahwa kejahatan digital seperti penipuan (fraud) bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga refleksi dari kegagalan etika digital. Ia menawarkan solusi yang mencakup sinergi antara pendekatan teknologi, edukasi, dan regulasi.
Menurutnya, ruang digital yang sehat hanya bisa diwujudkan bila prinsip integritas, transparansi, dan tanggung jawab ditegakkan oleh seluruh pemangku kepentingan. “Etika digital tidak boleh menjadi wacana elitis, melainkan harus dibumikan melalui kebijakan publik, pendidikan, dan kampanye literasi yang inklusif,” tegas Dr. Hijriani.
Kontribusi Global dan Multikultural dari Keynote Speaker dan Panelis Internasional Selain Dr. Hijriani dari Unsultra, konferensi ini juga menghadirkan keynote speaker dari Agostinho Neto University (Angola) yang memberikan perspektif dari konteks Afrika dalam membangun interaksi digital yang berempati dan santun.
Diskusi panel dengan tema Politeness in Social Media Communication turut memperkaya konferensi melalui kehadiran panelis dari berbagai institusi: yakni Universitas Bina Bangsa Getsempena (Indonesia) South Eastern University of Sri Lanka Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (Indonesia) Agostinho Neto University (Angola) Para panelis membahas pentingnya kecerdasan emosional, kesadaran budaya, dan praktik moderasi daring yang efektif untuk menciptakan ruang komunikasi digital yang ramah dan inklusif lintas negara.
Komitmen Lanjutan untuk Budaya Digital yang Empatik Acara ditutup dengan sesi Survey & Feedback serta Closing Remarks and Call-to-Action yang menggarisbawahi perlunya kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, lembaga pendidikan, platform digital, dan masyarakat sipil dalam membentuk masa depan digital yang empatik dan berbudaya.
Keterlibatan Unsultra sebagai Co-Host dan pengisi utama dalam forum internasional ini memperkuat visinya sebagai perguruan tinggi berbasis nilai, berdaya saing global, dan berkomitmen pada pembangunan peradaban digital yang beretika. (Med)
Komentar