Potretterkini.id, KENDARI– Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu Lembaga penegak hukum di Indonesia telah menunjukan perannya dalam mendorong dan melakukan pembaharuan hukum, peradilan,dan demokrasi di Indonesia. Keberadaan Mahkamah Konstitusi dengan segenap kewenangan yang di miliki, memunculkan kebutuhan adanya lapangan hukum baru untuk menegakan hukum Tata Negara,yaitu hukum acara Mahkamah Konstitusi sebagai hukum formal ( procedural law ) yang memilki fungsi sebagai puliekrechtelijke instrumentarium untuk menegakan hukum meteriel ( handhacing van bet materiele recht ), yaiitu hukum Tata Negara materiel ( materiil statrecht).
Hukum Tata Negara materil ini meliputi berbagai perundangan yang berlaku secara formal dalam praktik penyelenggaraan negara yang berpuncak pada konstitusi dan UUD sebagai the supreme law of the land, Di sisi lain, perkembangan Masyarakat, baik secara ekonomi, politik, sosial, budaya serta pengaruh globalisme dan lokalisme, menghendaki adanya responsivitas terhadap tuntutan penegakan hukum dan efektifitas maupun efisien pelayanan public dalam mencapai tujuan penyelenggaran negara.
Kewenangan Mahkamah
Konstitusisebagaimana diatur dalam pasal 24C ayat(1) UUD 45,yang menyatakan sebagai berikut, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada Tingkat pertama dan terakhir yang putusanya bersifat final menguji undang-undang terhadap UUD Negara Republik Indonesia 1945,memutus sengketa kewenangan Lembaga Negara yang kewenanganya di berika oleh UUD 45 RI ,memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum, di samping itu pulah MK mempunyai kewajiban memberikan putusan atas pendapat DPR RI mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana diatur pasal 24C ayat (2) UUD 45.
Dengan dibentuknya MK ini untuk mengawal dan menjaga agar konstitusi sebagai hukum tertinggi benar-benar di jalankan atau di tegakan dalam penyelenggaran kehidupan bernegara sesuai dengan perinsip – perinsip Negara hukum moderen. Dalam konteks negara hukum moderen ini, hukum menjadi factor penentu bagi keseluruhan paradigma kehidupan sosial,ekonomi,dan politik di suatu Negara. Untuk itu system hukum perlu di bangun ( law making ) dan di tegakan ( law enforcing ) sebagaimana mestinya sesuai dan sejalan dengan konstitusi sebagai hukum yang paling tinggi.
Demokrasi merupakan pilar membangun Negara, dalam tatanan demokrasi Dimana penghargaan terhadap suara rakyat adalah sebuah keharusan, Rakyat pulah diberi kebebasan menentukan dirinya sebagaimana dalam UUD 45 bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat dalam memilih pemimpin, sehingga pemimpin yang di hasilkan adalah pemimpin yang mendapatkan legitimasi formal dari rakyat, suara Tuhan, adalah sebuah pengertian bahwa suara rakyat adalah suara Nurani dan kebenaran, karena di hasilkan secara sadar, tanpa paksaan atas bimbingan Nurani akal sehat, sehingga dalam menegakan demokrasi tidak hanya bicara hasil tapi juga bicara proses bagaimana memperoleh legitimasi rakyat, bilamana di langgar maka akan menghasilkan demokrasi yang cacat.
Dari kewenangan MK tersebut sebagai sarana mencari keadilan untuk bermohon bila oknum yang berkontekstasi pada pemilu legislatif maupun pemilu Presiden dan Wakil Presiden jika merasa di langgar konstisionalnya dan / atau adanya kecurangan yang dilakukan oleh penyelenggara maupun para pihak yang berkontekstasi dan keterlibatan oknum aparat Negara juga birokrasi dengan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku atau kita kenal dengan pelanggaran Terstruktur,Sistemik dan Masif (TSM).
Dalam eforia dan fenomena pada pemilu Persiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 menjadi perbincangan public atas beberapa modus kecurangan yang mengemuka di buktikan dengan adanya dalil-dalil dalam gugatan pemohon dalam permohonan pihak Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 01 dan calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 03 dalam persidangan dengan menghadirkan saksi -saksi fakta juga saksi ahli hukum dengan bidang keahlian keilmuan hukum, keahlian keilmuan IT dan ahli etik,Mahkama menghadirkan para Mentri dengan kapasitas masing masing ini semua di dengarkan untuk mendapat suatu kebenaran dan akan menjadi bahan pertimbangan majelis Hakim MK dalam pengambilan Keputusan.
Menariknya pula pada di persidangan PHPU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden pada Tahun 2024 kali ini dorongan moral adanya ke pedulian dengan memberi pikiran dan masukan ke pada Majelis Hakim AMICUS CURIAE dari kalangan akademisi, budayawan, di kalangan Lembaga ke mahasiswaan dan detik-detik menanti putusan Hakim Mahkamah Kostitusi Ibu Megawati Soekarno Putri memberikan pendapat sahabat Pengadilan dari seorang warga Negara Indonesia dari prektif keterlibatan dan keperihatinan seruan moral dengan lahirnya pikiran Amicus Curiae tersebut pertanda Demokarasi di Indonesia yang kita lahirkan pada reformasi 1998 silam dalam tidak baik-baik saja.
Tentunya fenomena ini di satu sisi ujian Majelis Hakim sebagai benteng Demokrasi dan pengawal demokrasi juga akan di jadikan amicus curiae dapat di gunakan untuk memperkuat analisis hukum dan menjadi bahan pertimbagan Hakim dalam Rapat Majelis Hakim dalam mengambil Keputusan, begitu maha berat menempatkan keadilan ada dua pendekatan sesuai fungsi MK yang di amanahkan oleh UUD45 dengan mengadili secara kuantitatif atau secara kualitatif ini menjadi pilihan akan menjadi peradilan kalkulator atau atau melakukan cerobosan hukum atau penemuan hukum baru dengan progresif yang didasari keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, Walaupun kita cermati secara empirik kuatnya pengaruh dan tekanan politik kekuasaan yang saat ini dengan mencoba menyentuh independensi Majelis Hakim.
“Kita berharap Hakim MK merupakan pilihan anak bangsa yang di beri Amanah yang mempunyai integritassaya yakin mampu menghadapi ujian basar tersebutsebagai pertanggung jawaban kepada Rakyat dan mengembalikan kepercayaan public yang saat ini menanti Keputusan Hakim keadilan yang hakiki.
Secara kebatinan Majelis Hakim saat ini sangat memahami untuk menyelesaikan tugas maha berat ini sengketa Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang mempertaruhkan integritas dan kenegarawanan dan Marwah Mahkama Konstitusi karena apa yang di putuskan oleh Hakim akan sangat mempengaruhi masa depan bangsa yang saat ini di perhadapkan dari berbagai persoalan pokok terkhususrendahnya indekssupremasi hukum,saya mengutip pendapat John Marshall, Hakim Agung Amerika serikat, hakim pertama di dunia yang melakukan praktik yudicial reviuw terhadap UU yaitu Judiciary Act (1789),karena substansinya bertentangan dengan konstitusi ,alasan-alasan bahwa Hakim bersumpah menjunjung tinggi konstitusi, sehingga jika ada peraturan yang bertentangan dengan konstitusi maka Hakim melakukan pengujian terhadap peraturan tersebut, berikutnya konstitusi adalah the supreme law of land, harus ada peluang pengujian peraturan di bawahnya agar isi konstitusi tidak dilanggar.
Harapan orang banyak dalam rangka memperbaiki demokrasi pada bangsa ini yakni putusan yang seadil-adilnya. Karena dilihat dari kewenangan Majelis Hakim MK bersifat kuantitatif. Bila MK memutuskan berdasarkan fenomena dan perkembangan hukum di tengah masyarakat untuk keadilan sosial maka MK bertindak sifatnya progresif menumbuhkan hukum baru dan hukum baru itulah yang merupakan suatu keadilan yang diberikan oleh hakim itu sendiri. Namun sebaliknya, bila memutuskan perkara hanya berdasarkan hasil saja maka rentan MK dicap sebagai Mahkamah Kalkulator.
Terkait perkara putusan hasil sengketa pilpres di MK, saya memprediksinya bila putusan MK mengabulkan gugatan dari pihak penggugat maka pemilihan suara ulang presiden akan digelar tanpa calon presiden 02 Gibran Raka Buming Raka dan bila tidak diselenggarakan pemilu ulang maka Capres Prabowo akan dilantik juga tanpa Gibran dan mengusulkan wakil Prabowo akan dipilih melalui MPR.
Di akhir tulisan ini hemat saya berdasarkan pengalaman kami bersidang di Mahkama Konstitusi dalam skenario putusan Majelais Hakim MK ada empat kemungkinan putusan MK memutus sengketa Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 sebagai berikut :
1. Putusan MK nantinya akan menolak seluruh permohonan para pemohon
2. Putusan MK mengabulkan seluruh permohonan para pemohon
3. Putusan MK mengabulkan Sebagian permohonan para pemohon
4. Putusan MK memutus diluar permohonan para pemohon (Ultra Petita)
Penulis,
LM. Bariun (Direktur Pascasarjana Unsultra)
Komentar