Potretterkini.id, MUNA BARAT-Konflik kepemilikan lahan di Desa Sangia Tiworo, Kecamatan Tiworo Selatan, Kabupaten Muna Barat (Mubar), kembali memanas.
Sengketa ini melibatkan La Jua dan anaknya, La Jailani, yang membuka lahan yang diklaim warga sebagai milik mereka. Warga mengaku memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah tersebut.
Samsul Murila, salah satu ahli waris yang mengklaim kepemilikan lahan, mengatakan bahwa kasus ini telah dilaporkan ke polisi dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Muna Barat. Ia menjelaskan, lahan tersebut telah dikelola keluarganya selama puluhan tahun untuk perkebunan.
“Mereka sudah tinggal dan mengelola tanah ini sejak puluhan tahun lalu. Kepemilikan sah, didukung surat ukur tanah tahun 2008 dan sertifikat terbitan 2009,” kata Samsul, Selasa (21/1).
Masalah muncul pada Desember 2024, saat La Jailani membuka lahan dengan menebang pohon di area yang diklaim warga sebagai milik mereka. Upaya mediasi di tingkat desa gagal karena La Jua dan La Jailani tidak bersedia hadir.
“Mereka meminta mediasi, tapi saat proses berlangsung mereka tidak mau hadir,” ujar Samsul.
Samsul menambahkan, tindakan pembukaan lahan ini membuat warga merasa dirugikan. Ia juga menyebut posisi La Jailani sebagai anggota TNI menjadi alasan warga enggan bertindak lebih jauh.
“Kami sudah lapor ke Polsek Tikep dan BPN Mubar. Harapannya, penyelesaian dilakukan secara adil tanpa intimidasi, sesuai fakta di lapangan,” tegas Samsul.
Di sisi lain, La Jua mengklaim dirinya adalah orang pertama yang membuka lahan bersama beberapa pihak, termasuk La Rumba dan suami dari Wa Saima. Ia mempertanyakan klaim warga yang menyebut dirinya tidak memiliki hak atas tanah tersebut.
“Saya yang pertama membuka lahan itu bersama La Rumba dan suami Wa Saima. Kami yang menandai area sejak awal. Tapi, tiba-tiba ada klaim bahwa saya tidak punya hak,” ujar La Jua.
Sementara itu, La Jailani menegaskan bahwa keterlibatannya hanya untuk mendampingi ayahnya. Ia berharap masalah ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan.
“Saya hanya mendampingi orang tua. Kami ingin masalah ini dibahas baik-baik supaya tidak ada yang dirugikan,” katanya.
Nur Aya, salah satu warga yang mengklaim memiliki lahan tersebut, mengaku kecewa atas pembukaan lahan oleh La Jua. Ia menegaskan bahwa legalitas tanahnya telah diurus melalui program PRONA pada 2008.
“Saat PRONA masuk, kami semua mendaftarkan tanah dan membayar biaya administrasi. Sertifikat kami sudah terbit sejak 2009. Tapi sekarang muncul klaim bahwa ini bukan milik kami,” ujar Nur Aya.
Kepala Desa Sangia Tiworo, Muhammad Jie Hendrik Madek, mengatakan pihaknya akan memanggil semua pihak terkait untuk mencari solusi terbaik. Ia juga meminta agar aktivitas di lahan tersebut dihentikan sementara waktu.
“Kami akan memfasilitasi rapat untuk mendengar semua pihak. Untuk sementara, aktivitas di lahan harus dihentikan demi mencegah konflik yang lebih besar,” kata Hendrik.
Hingga berita ini diturunkan, BPN Kabupaten Muna Barat masih memproses laporan warga dan telah melakukan pengecekan ke lokasi untuk memastikan status lahan yang disengketakan.
Kontributor : LM. Aslam
Komentar