Sajak Puisi Karya Rian Purwitatama

Artikel758 Dilihat

Puisi tidak digunakan untuk merayu seorang Perempuan

Puisi.. puisi..
puisi-puisiku..
Hiduplah ia
Dan abadi bersama-Nya.

Di suatu malam yang hening.
Dan selalu saja hening.
Aku memikirkan banyak hal.
Segalanya. Termasuk puisi-puisi.
Dan yang abadi.

Kini dan nanti.
Semua orang berlomba-lomba untuk bekerja:
Mencari penghidupan. Berburu sukses dan menjual pencapaian.

Mengais kerikil-kerikil demi setumpuk batuan.
Padahal jika mau menggali. Menggali lebih dalam, emas dan permata ada bersembunyi.

Mungkin nanti.
Sepertinya puisi sudah tidak relevan lagi.
Untuk apa berkata-kata?
Semua orang bisa melakukannya.
Nuansa. Kita bisa menciptakannya tanpa kata.
Untuk apa memikirkan kata-kata?
Lagipula masih banyak hal yang lebih penting.

Orang-orang ramai mencari sepenggal kehidupan, yang ia genggam di tangan. Namun sedikit demi sedikit jatuh perlahan.
Andai saja meminta pada Tuhan. Pastilah tak segenggam.

Hanya setetes saja. Setetes saja air kehidupan yang ia berikan. Terserah jatuh di mana. Jika mendapatkannya maka sadarlah jiwa raga.
Sium dan bangkitlah bersamanya.

Puisi-puisi ..
Puisi tidak digunakan untuk merayu seorang perempuan. Apalagi menggombalnya
Ingatlah! Jika mencintainya tak mungkin merayunya dengan puisi. Tak dengan kata-kata, karena kata-kata tanpa makna
hanyalah jeda huruf yang disambungkan.
Puisi-puisi tak layak digunakan untuk merayu seorang perempuan.

Dalam hening.
Puisi menjelma menjadi tetesannya.
Bersamaan disampaikan pesan darinya.
Saripatinya diambil untuk hati yang gersang dan penuh luka.
Luka-luka. Cinta bersihkan lukanya.

Selayaknya puisi beriringan dengan makna.
Layak itu pula dibagikan pada burung malam.
Yang kicaunya membelah langit-langit kehidupan. Jika kau dapat simpanlah.
Jika tidak temukanlah. Temukanlah rahasianya.

Sajak Kotor

Waktu smp Pak guruku pernah berkata kepada kami muridnya
“Kalau bisa jangan terjun ke politik. Politik itu kotor!” Waktu itu karena masih kecil,
Aku belum tahu apa itu politik
Mengapa politik itu disebut kotor.

Setahuku kotor itu seperti noda lumpur di celana, Coretan di baju dan daki yang menempel di kerah baju. Namun setelah beranjak dewasa, pengertianku terhadap kata kotor menjadi bervariasi

Kotor adalah mataku
Kotor adalah telingaku
Kotor adalah mulutku
Kotor adalah tanganku
Kotor adalah kakiku
Dan kotor adalah hatiku

Tetapi orang-orang politik tidak sependapat.
Mereka bilang
Yang kotor adalah kami
Kotor anggaran kami
Kotor kebijakan kami
Kotor nafsu kami
Kotor kekayaan kami
Tak lupa anak cucu kami.

Aku Cinta Kamu

Akhir-akhir ini kamu kelihatan kebinggungan.
Kamu bagaimana?
Tapi masih bisa bikin puisi
atau karena kebingungan makanya tulis puisi?

Akhir-akhir ini ya..
Kau ini! Mau menjadi misterius?
Memangnya kau ini siapa?
Diam-diam menyelinap dan selalu pergi.

Kamu ini!
Tidak tahu malu
Kamu ke sini diam-diam, tapi membawa semua temanmu! Katamu kau sendiri: katamu kau sedari dulu hidup sendiri.

Lalu ke sini kenapa membawa sepi?
Apalagi di sana yang paling besar cinta. Rindu berkumpul. Ini lagi! Angin malam ikut-ikutan.

Oh. iya aku lupa:
Aku burung malam kebetulan aku ke sini untuk berkicau. Entahlah kemungkinan menetap di matamu.

Mataku?
Tak ada tempat di mataku! Apalagi untukmu
Akan kucari celah-celahnya.
Kamu ini ya!
Sudah duduk dulu.

Kepada Perempuan

Aku tahu kau sedang mencari cinta
Mencari-cari rindumu yang hilang
Menutupi kesepianmu yang muram
Menderu atas kekasihmu yang tak kunjung datang.

Aku tahu kau juga inginkan?
Ingin dicintai dengan yang kau sukai
Makanya kau dipacarinya?
Yang kau tunggu-tunggu sedari dulu
Adalah kata: kamu mau ngak jadi pacar aku?
Apalagi kau suka dibohongi. Ia suka berbohong
Kamu makin dibohongi makin sayang padanya.
Kini kau dengannya berpadu kasih:
siapa yang lebih cinta.

Tetapi ketahuilah perempuan
Yang Ia bawa bukanlah cinta
Hanya romantisme atas nama cinta
diam-diam menyelinap lewat hatimu
Nuansa-nuansa itu menyerang dadamu
Berhalusinasilah hingga menembus langit cakrawala. Dan jatuh ke dalam palung nestapa.

Hati-hatilah dengan dengan cinta
Apalagi yang tiap hari menyerukannya.
Yang tiap hari memberitahumu
bahwa ia ingin dibuktikan cintanya.

Penulis: Rian Purwitatama Lahir di Kendari, 11 Januari 2002 Fakultas Hukum Universitas Haluoleo

Komentar