Reflektif: Pengambil Alihan Kekuasaan, Kritik Konstruktif terhadap UU TNI dan Rancangan Perubahan UU Polri

Berita Utama1623 Dilihat

Potretterkini.id, KENDARI- Baru-baru ini, publik kembali menyoroti pentingnya peran TNI dalam menjaga kedaulatan negara, namun hal ini juga membuka ruang diskusi mengenai regulasi yang mengatur kekuasaan TNI di Indonesia.

Ahli Pakar Tata Negara Dr LM Bariun SH menyatakan, bahwa pengambil alihan kekuasaan yang dilakukan oleh TNI perlu dilihat secara objektif dengan mempertimbangkan konteks negara yang sedang berkembang.

Menurut pakar tersebut, kritik konstruktif terhadap Undang-Undang TNI yang ada saat ini sangat diperlukan, agar lebih sesuai dengan dinamika zaman serta tuntutan masyarakat. Beliau juga menegaskan bahwa perhatian yang sama perlu diberikan pada rancangan perubahan UU Polri yang sedang dibahas.

Perubahan tersebut, menurutnya, harus dikawal agar bisa memberikan landasan hukum yang kuat, sekaligus menjaga keseimbangan antara penegakan hukum dan hak-hak masyarakat.

Tidak hanya itu, publik juga diminta untuk terlibat aktif dalam mengkritisi kedua undang-undang tersebut demi kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia. Peran serta masyarakat dalam memberikan masukan, sambungnya, merupakan bentuk partisipasi yang tak kalah penting dalam mewujudkan sistem hukum yang lebih baik.

Sementara itu, meski Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah diberi kewenangan untuk melakukan pencegahan dan penindakan terhadap korupsi, ternyata fungsi pencegahan yang dimiliki KPK belum maksimal.

Hal ini terungkap dalam berbagai laporan yang menunjukkan bahwa meskipun KPK telah dibentuk sejak lama, indeks korupsi di Indonesia justru menunjukkan tren yang meningkat.

“Pencegahan harus menjadi fokus utama dalam pemberantasan korupsi, namun faktanya, kita belum melihat perubahan signifikan dalam hal tersebut,” ujar Bariun kepada media, di Kendari, (19/3/2025).

Direktur Pascasarjana Unsultra ini menambahkan bahwa KPK harus lebih inovatif dan memperkuat peranannya dalam mencegah korupsi sejak dini.

Reflektif dinamika bangsa saat ini,  mengajak publik untuk lebih kritis terhadap perkembangan kebijakan hukum yang ada, serta mendorong berbagai pihak untuk lebih aktif berperan dalam pengawasan dan memberikan masukan konstruktif demi kemajuan Indonesia.

lebih detail Bariun menjelaskan penting untuk dicatat bahwa dalam konteks pemberantasan korupsi, pencegahan harus lebih ditekankan sebagai langkah awal yang efektif.

Ia menilai bahwa upaya pencegahan yang lebih masif dapat membantu mengurangi tingkat korupsi di sektor publik dan swasta, bukan hanya mengandalkan penindakan setelah terjadinya tindak pidana.

Salah satu bentuk pencegahan yang diusulkan adalah peningkatan transparansi dalam pengelolaan anggaran negara, serta penguatan sistem pengawasan internal di berbagai lembaga pemerintah apalagi bertepatan adanya efisiensi anggarannoleh pemerintah.

Di sisi lain, terkait dengan revisi UU Polri, banyak yang berharap agar perubahan yang dilakukan benar-benar mengakomodasi kebutuhan modernisasi dalam penegakan hukum di Indonesia.

Tuntutan publik adalah agar Polri tidak hanya menjadi penegak hukum yang tegas, tetapi juga lebih humanis, dengan memprioritaskan perlindungan hak asasi manusia dalam setiap tindakannya.

Revisi ini harus mencakup pembaruan yang menyeluruh, mulai dari cara kerja, mekanisme pengawasan, hingga pelatihan bagi aparat penegak hukum agar lebih profesional dan tidak terjerumus dalam praktik penyalahgunaan wewenang.

Namun, tantangan terbesar dalam revisi kedua undang-undang tersebut adalah memastikan bahwa setiap perubahan yang dibuat tidak hanya memenuhi kepentingan politik jangka pendek, tetapi juga benar-benar memberikan manfaat jangka panjang bagi kepentingan masyarakat dan bangsa Indonesia.

“Dalam hal ini, partisipasi aktif dari masyarakat sipil, akademisi, dan praktisi hukum menjadi hal yang sangat krusial,” pungkasnya. (Med)

Komentar