Proses Hukum Poligami TNI- Polri dan ASN, Kornas TRC: Harus Didalami Akar Permasalahanya

Potretterkini.id-  Dalam menjalani bahtera Rumah Tangga tak di bedakan dengan kasta, jabatan dan atau pangkat seseorang, dan problempun pasti akan terjadi. Khususnya Kasus poligami yang menjadi perhatian publik belakangan ini.

Tak terlepas dari semua itu, khusus bagi anggota TNI/Polri dan ASN telah di atur sesuai Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia No. 23 Tahun 2008 Tentang Perkawinan, Perceraian, dan Rujuk Bagi Pegawai di Lingkungan Departemen Pertahanan, dan aturan tersendiri tentang kepolisian RI

Seperti dikutif dari pernyataan Ryamizard Ryacudu, mantan Menteri Pertahanan periode 2014 – 2019 yang lalu, “Saya sudah tanda tangan terus (surat pemecatan). Mau PNS dan tentara tidak boleh poligami. Ada aturannya”,

Pernyataan berbeda disampaikan Koordinator Nasional (Kornas) Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan & Anak (TRC PPA) yang akrab di sapa Bunda Naum “Sebuah pernikahan seorang prajurit itu kan ada nikah umum dan nikah dinas/negara. Jika seseorang (pihak ketiga) masuk dalam kehidupan rumah tangga prajurit dan telah mengetahuinya punya istri namun tetap nekad memaksakan kehendak nya untuk masuk dalam rumah tangganya, itu kan sudah melanggar hukum negara?

Dapat di kategorikan bahwa kemungkinan adanya rencana di balik kasus tersebut dengan istilahnya Dia yang sama sama mencuri, Tapi melaporkan dirinya mencuri dengan membawa bawa rekan pencurinya, berbeda jika pihak yang dirugikan yang melapor Sabtu (1/8/2020).

Apa lagi Katanya, adanya unsur niatan untuk menghancurkan tatanan rumah tangga yang sah secara hukum dan kedinasan yang akan berdampak pada karir anggota tersebut?.

Mungkin kondisi ini tidak tepat jika hanya di berlakukan tindakan hukuman tegas kepada seorang anggota TNI/Polri dan ASN harus mendapat Hukuman, namun harus ada aturan yang mencari latar belakang permasalahan dan pencegahannya juga. mencegah tindakan pihak ketiga yang hendak masuk dan merusak rumah tangga anggota TNI/Polri dan ASN tersebut perlu mencari tau motif dan niatan dari pelaku pelaporan.

Langkah mediasi mungkin sangat tepat untuk di lakukan dengan melibatkan pihak ke tiga yakni lembaga independent di bidangnya, terang Bunda Naumi.

“Dan perlu jadi perhatian juga, jika mediasi tidak berhasil tentunya bukanlah akhir dari perjalanan karir seorang anggota TNI/Polri dan ASN”. Saya berharap ada hukum positif yang di rancang untuk mencegah terjadinya hal seperti itu. Apalagi putusan pemecatan adalah keputusan yang sangat mengerikan. Tentunya akan menimbulkan korban baru, nasib istri dan khususnya anak – anak dari anggota TNI/ Polri dan ASN tersebut akan mengalami trauma/shok yang berat, tegas Bunda.

Seseorang wanita (pihak ketiga) yang merasa tidak tercapai keinginannya, maka akan mehancurkan seorang anggota TNI/Polri dan ASN dengan cara melaporkan pada institusi anggota tersebut.

“Dan perlu adanya tanggapan yang obyektif, kalau semua laporan bisa di terima dan di putuskan dengan Pemeriksaan dan di akhiri dengan putusan hukum, saya khawatir dengan mudahnya suatu institusi di obrak abrik oleh oknum wanita tak bertanggung jawab,” pungkasnya.

Laporan: Redaksi

Komentar