Potretterkini.id, MUNA-Polemik mengenai Mutasi 222 guru terus berlanjut, dimana guru-guru tersebut tidak mau menerima terkait dengan pemindahan tempat mengajar. Untuk itu mereka melakukan segala upaya untuk mengakomodir kepentingan mereka.
Pada sisi lain Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) tetap teguh memegang prinsip bahwa mutasi yang dilakukan sudah sesuai prosedur sebagai bentuk penyegaran.
Kepala Bagian (Kabag) Protokoler dan Komunikasi Pimpinan Sekretariat Daerah (Setda) Muna Ali Syadikin menjelaskan bahwa SK mutasi tersebut tidak perlu dijadikan polemik, harus dilaksanakan. Sebab hal tersebut diputuskan secara kelembagaan melalu kajian dan telaah dalam rangka penyegaran birokrasi.
“Persoalan SK mutasi guru jangan digiring ke ranah politik, agar tidak menjadi multi tafsir” ungkapnya, Jumat (11/06/2021). Lebih lanjut ia menghimbau kepada guru yang dimutasi tidak melakukan gerakan tambahan. Lebih baik melaksanakan tugas ditempatnya sebagaimana mestinya dengan tetap menunjukan loyalitas.
“Bila dua poin tersebut sudah dilaksanakan maka enam bulan kedepan bisa di evaluasi. Tidak menutup kemungkinan enam bulan kedepan akan dikembalikan di sekolah asal, bahkan diberi tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah. Hal demikian semuanya tergantung kinerja dan loyalitas,” lanjutnya.
Sebagai salah seorang Mantan Guru Ali Syadikin menerangkan bahwa ia perna mengalami hal serupa. Saat menjadi guru di Sekolah Teknologi Menengah (STM), ia pernah di sampai di perbatasan Muna dan Buton. Namun sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) sudah diikat oleh aturan yakni siap ditempatkan dimana saja di seluruh Indonesia.
Namun setelah menjalani semua itu dengan hati yang ikhlas, pada akhirnya di promosi sebagai Kabid Sarpras Dikbud Muna. “SK mutasi jangan dilihat secara apriori, namun kita bisa ambil hikmahnya” terangnya.
Lebih lanjut dirinya menambahkan bahwa bila guru tidak puas dengan SK mutasi tersebut, ada ruang pengaduan yang telah dijamin oleh UU. Tetapi yang harus diingat bahwa SK tidak bisa dicabut, namun ruang diskusi dan komunikasi terbuka kepada siapapun. Hal demikian sepanjang tidak ada gerakan tambahan yang melampaui etika birokrasi.
“Bila kawan-kawan guru merasa tidak puas, kan ada lembaga profesi yakni PGRI. Melalui lembaga profesi ini dapat melahirkan win-win solution. Pemda Muna membuka ruang diskusi melalui wadahnya yakni PGRI” tutupnya. (Afar/Meid)
Komentar