Pilkada 2024: Menguji Elektabilitas Calon Tunggal Lawan Kotak Kosong!

Artikel559 Dilihat

Potretterkini.id-Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 201 ayat (8) UU No. 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, yang pada pokoknya menyebutkan Pemilihan kepala daerah serentak diselirih wilayah NKRI dilaksanakan pada bulan November 2024 maka sejak saat ini puncak pesta demokrasi tersebut tersisa kurang dari empat bulan kedepan.

Dan kurang dari sebulan lagi tahapan yang sangat urgent untuk lahirnya seorang Kepala Daerah pada penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024 akan dilaksanakan yaitu Tahapan Pendaftaran Calon Kepala Daerah. Bahwa berdasarkan PKPU No. 2 Tahun 2024 Tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024 disebutkan tahapan Pendaftaran Pasangan Calon Kepala Daerah diselenggarakan selama tiga hari yaitu pada tanggal 27 Agustus 2024- 29 Agustus 2024.

Bahwa berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum RI pada tahun 2024 terdapat banyak daerah yang akan melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah serentak, yaitu sebanyak 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota. Atas sebab inilah telah hampir seminggu lebih masyarakat Indonesia dipertontonkan baik melalui media massa maupun media sosial online banyak Calon Kepala Daerah di berbagai daerah di Indonesia menerima Rekomendasi, Surat Tugas ataupun Keputusan Persetujuan Pencalonan Kepala Daerah dari beberapa Ketua Umum Partai Politik.

PENCALONAN KEPALA DAERAH

Bahwa sebagaimana perkembangan pemilihan kepala daerah saat ini, telah banyak figur Calon Kepala Daerah yang mendapatkan restu pencalonannya dari beberapa partai politik didaerahnya masing-masing. Keberadaan Partai Politik sejatinya memang bukan satu-satunya saluran bagi Calon Kepala Daerah untuk maju bertarung dalam Pemilihan, terdapat juga saluran melalui adanya dukungan masyarakat atau yang dikenal dengan Calon Perseorangan.

Bahwa sebagaimana yang termuat dalam PKPU No. 8 Tahun 2024 Tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dinyatakan Pencalonan Kepala Daerah dapat melalui Pencalonan oleh Partai Politik maupun Gabungan Partai Politik dan Pencalonan melalui dukungan sejumlah penduduk didaerah yang menyelenggarakan Pemilihan yang disebut dengan Pencalonan Perseorangan.

Bahwa untuk figur Calon Kepala Daerah yang pencalonannanya melalu Partai Politik sebelum mendaftarkan diri di KPUD wajib mendapatkan dokumen Keputusan Persetujuan Pencalonan Partai Politik dan Kesepakatan Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sementara figur Calon Kepala Daerah Perseorangan wajib megumpulkan sejumlah dukungan penduduk agar dapat memenuhi batas jumlah dukungan tertentu yang nantinya ditetapkan oleh KPUD telah memenuhi jumlah dukungan penduduk.

Bahwa sebagaimana ketentuan datas, Pencalonan Kepala Daerah ditentukan oleh dua faktor utama yaitu Partai Politik dan dukungan penduduk daerah yang menyelenggarakan Pemilihan. Terhadap partai politik tentu tidak semua partai politik dapat mencalonkan namun pencalonan tersebut terbatas pada jumlah kursi Anggota DPRD artinya setiap Partai Politik dapat mencalonkan sendiri atau bergabung dengan Partai Politik lainnya untuk memenuhi syarat pencalonan dalam Pemilihan.

Bahwa bukan rahasia lagi dimana Partai Politik ketika mencalonkan figur tertentu untuk maju dalam Pemilihan maka yang menjadi penilaian utama adalah eksistensi figur tersebut ditengah masyarakat dengan ukuran memiliki popularitas yang tinggi. Dengan demikian bukan tidak mungkin mayoritas bahkan keseluruhan Partai Politik yang berhak mencalonkan ternyata memilih mencalonkan figur yang sama.

Bahwa disisi lain bagi figur yang ingin mecalonkan diri melalui jalur Perseorangan faktanya saat ini bukanlah hal yang mudah namun memiliki tantangan tersendiri. Setiap daerah memiliki batasan jumlah dukungan penduduk untuk dipenuhi, selain itu dukungan tersebutpun mesti otentik artinya bahwa dukungan tersebut sah berasal dari setiap masyarakat dan bukan sekedar formalitas kelengkapan identitas karena pada akhirnya KPUD akan melakukan verifikasi baik secara administrasi maupun secara faktual. Kedua tahapan tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, sehingga sangat menentukan nasib bagi figur Calon Perseorangan untuk terus melaju dalam kontestasi Pemilihan.

FENOMENA KOTAK KOSONG

Bahwa kedua jalur Pencalonan yang disediakan oleh ketentuan yang ada rupanya masih menyimpan celah untuk keadaan khusus sebagai konsekuensi ketika satu dari kedua jalur Pencalonan dalam Pemilihan tidak terpenuhi atau yang diujungnya hanya menempatkan satu figur Calon Kepala Daerah yang akan maju dalam Pemilihan.

Bahwa adapun konsekuensi tersebut adalah lahirnya kotak kosong sebagai penantang dalam Pemilihan. Selanjutnya muncul pertanyaan dimasyarakat, apa dan bagaimana sebenarnya yang dimaksud dengan melawan kotak kosong dalam Pemilihan ?, Bagaimana potensi kemenangan kotak kosong dalam Pemilihan ?. Lahirnya fenomena Kotak Kosong bukanlah hal yang baru, Kotak Kosong dalam Pemilihan Kepala Daerah telah banyak terjadi dibeberapa daerah yang menyelenggarakan Pemilihan.

Bahwa lahirnya kotak kosong dalam Pemilihan dakibatkan oleh beberapa keadaan diantaranya sampai akhir batas Pendaftaran Calon Kepala Daerah di KPUD hanya terdapat satu pasangan calon yang mendaftar dan memenuhi persyaratan calon maupun persyaratan pencalonan atau terdapat beberapa Calon Kepala Daerah yang mendaftar namun setelah dilakukan verifikasi syarat calon maupun syarat pencalonan, oleh KPUD ditetapkan hanya satu calon yang memenuhi syarat atau disebut dengan satu pasangan calon dalam Pemilihan atau biasa juga diaebut dengan sebutan Calon Tunggal.

Bahwa Calon Tunggal dalam Pemilihan tidak serta merta ditetapkan menjadi pemenang atau sebut saja diaklamasi dalam Pemilihan karena merujuk pada ketentuan Pasal 54C, 54D UU No.10 Tahun 2016 jo PKPU No.8 Tahun 2024 Tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota, daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon tetap melaksanakan Pemilihan dan juga dinyatakan terhadap Pemilihan yang hanya terdapat satu pasangan calon maka surat suara yang disiapkan terdapat dua kolom yaitu satu kolom memuat foto pasangan calon dan satu kolom kosong yang tidak bergambar. Sehingga makna kotak kosong dalam Pemilihan bukan terdapat dua kotak suara atau satu kotak untuk yang memilih Calon Tunggal dan satu kotak lagi untuk yang tidak memilih Calon Tunggal, melainkan hanya satu kotak suara namun terdapat dua pilihan kolom yang akan dipilih dan dicoblos oleh masyarakat yang memiliki hak untuk memilih.

Bahwa dengan demikian dalam Pemilihan yang diikuti hanya dengan satu pasangan calon atau Calon Tunggal tetap dilaksanakan Pemilihan dengan sarana yang khusus dan oleh KPUD nantinya menetapkan Calon Tunggal sebagai calon kepala daerah terpilih dalam Pemilihan ketika mendapatkan suara sah lebih dari 50% dari suara sah atau suara mayoritas dan jika perolehan suara kotak kosong lebih unggul maka Pemilihan kembali digelar ditahun berikutnya atau mengikut jadwal Pilkada serentak selanjutnya (vide, Putusan MK No.14/PUU-XVII/2019).

ADU MEKANIK KOTAK KOSONG DAN CALON TUNGGAL

Bahwa sebagaimana uraian datas fenomena kotak kosong dalam pemilihan bukanlah hal yang baru, dalam beberapa penyelenggaran Pemilihan Kepala Daerah sebelumnya terdapat beberapa daerah yang dalam Pemilihannya hanya dikuti oleh satu pasangan calon atau Calon Tunggal sehingga calon tersebut harus berkompetisi melawan kotak kosong.
Bahwa dari beberapa Pemilihan tersebut, terdapat Calon Tunggal yang memenangkan Pemilihan dengan memperolah suara sah lebih dari 50% mengalahkan kotak kosong pada Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020 yaitu Pemilihan Walikota Semarang , Pemilihan Walikota Balikpapan dan Pemilihan Bupati Kutai Kartanegara. Sebaliknya terdapat Pemilihan dimana kotak kosong berhasil menumbangkan Calon Tunggal yaitu pada Pemilihan Walikota Makassar.

Bahwa legitimasi kotak kosong dalam Pemilihan sejatinya hanya pada tataran eksistensi dalam artian bahwa pembuat regulasi hanya menyiapkan sarana berupa satu kolom khusus dalam lembar surat suara. Padahal dalam Pemilihan proses yang berlangsung dalam Tempat Pemungutan Suara (TPS) dapat dikatakan ujung dari serangkaian tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang telah berlangsung dan sangat menentukan pilihan politik sehingga semestinya terdapat katentuan teknis yang lebih jauh mengatur keberpihakan masyarakat terhadap Kotak Kosong ketika menganggap Calon Tunggal tidak sesuai dengan harapan maayarakat didaerah yang menyelenggarakan Pemilihan.

Bahwa tahapan Pemilihan yang sangat penting untuk menentukan pilihan dalam Pemilihan adalah tahapan kampanye. Pun pada Pemilihan dengan satu pasangan calon atau calon tunggal juga mesti dilaksanakan kampanye namun karena Pemilihan hanya diikuti oleh satu pasangan calon maka tentu saja bahan kampanye yang akan tersebar luas dimasyarakat hanya bahan kampanye Calon Tunggal tersebut. Begitupun pada Debat Publik nantinya maka masyarakat juga hanya mendengar atau menyaksikan paparan visi misi dari Calon Tunggal tersebut.

Bahwa ujungnya ketika sampai pada tahapan pungut hitung di TPS nantinya kembali masyarakat hanya melihat perwakilan saksi dari Calon Tunggal yang bertugas memastikan pelaksanaan Pemilihan berlangsung secara jujur dan adil dengan tetap mengutamakan kepentingan Calon Tunggal yang memberikan mandat untuk menjadi saksi. Sementara hal-hal teknis demikian tidak diatur terhadap Pemilih Kotak Kosong sebagai jaminan kemurnian suara sah bagi kotak kosong atau kolom kosong.

Bahwa akhirnya dengan segala keadaan yang telah diakomodir dalam peraturan-peraturan Pemilihan khususnya pada penyelenggaraan Pemilihan Dengan Satu Pasangan Calon, keadaa ini bagaikan madu dan racun, keberadaan kotak kosong dapat menjadi madu bagi Calon Tunggal dalam Pemilihan karena segala tahapan penyelenggaraan Pemilihan dapat dikatakan hanya memberikan ruang yang luas bagi Calon Tunggal dan Tim Suksesnya untuk secara maksimal menarik simpati masyarakat namun disisi lain Kotak Kosong juga berpotensi menjadi racun bagi Calon Tunggal dikarenakan segala ketentuan yang menjadi batasan dalam penyelenggaran Pemilihan tidak menyentuh secara langsung keberadaan masyarakat yang menginginkan kotak kosong menjadi pemenang dalam Pemilihan atau dengan kata lain konsolidasi keberpihakan masyarakat terhadap Kotak Kosong berpotensi tak terbatas.

Oleh :ABDUL RAZAK SAID ALI, S.H.
Advokat – Praktisi Hukum
Pimpinan Kantor Hukum A.R.SAID ALI & Partners

Komentar