Potretterkini.id, KENDARI- Aktivitas pelayanan di Rumah Sakit Kota Kendari Sulawesi Tenggara mendapat sorotan dari Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) Sulawesi Tenggara. Mereka menyoroti aktivitas pelayanan pasca meninggalnya pasien anak yang dirawat ruang bansal anak di RS Kota Kendari beberapa hari lalu.
BPRS Sultra menekankan seharusnya manajemen rumah sakit kendari menjaga keseimbangan antara hak pasien di rumah sakit dalam menjalankan tanggungjawab dan kewajibannya memberi akses pelayanan dasar secara maksimal terhadap masyarakat sehingga tidak ada keluhan atau aduan dari proses pelayanan pasien.
“Memang benar kami BPRS mendapatkan Laporan atau keluhan masyarakat berawal dari informasi Komisi III DPRD Kendari melakukan Rapat Dengar Pendampat (RDP) Kendari bersama dengan pihak rumah sakit kota kendari terkait pelayanan buruk dalam penangan pasien anak.
Setelah melihat fenomenan tersebut, BPRS Sultra selaku pengawas rumah sakit dipandang perlu kita turun lapangan. Kita bersurat kepada rumah sakit kota untuk menerima BPRS.
“Kami memastikan kebenaran apa yang menjadi keluhan laporan masyarakat yang telah direspon oleh DPRD Kendari. Terutama kami memberikan pelayanan kontrol terhadap rumah sakit. Dan apa yang menjadi rekomendasi patut diperhatikan oleh pihak rumah sakit,” ujar Ketua BPRS Sultra Dr. LM Bariun, SH, MH ditemui di Ruang kerjanya, Rabu (5/6/2024).
Kata Bariun, atas kejadian itu, pelayanan rumah sakit perlu diperbaiki. Walaupun rumah sakit itu merupakan pelayanan dasar kebutuhan masyarakat tetapi harus memperlihatkan kinerja dalam melakukan pelayanan.
Bariun menceritrakan kronologi kejadian bahwa ada mahasiswa PKL dari Universitas Mandala Waluya diberi tugas melakukan penanganan pesien anak di RS Kendari. Tanpa didampingi oleh pihak medisnya. Akibat kejadian itu pihak keluarga korban keberatan. Dimana orang tua korban mememinta yang melakukan medis adalah perawat yang bertugas bukan mahasiswa yang PKL. Mahasiswa ini, dia bilang pada keluarga korban pergi panggil sendiri medisnya .
“Tentu bahasa itu kurang sopan didengar, Nah kami BPRS kita klarifikasi kemarin, apa benar tidak mahasiswa PKL itu menyampaikan bahasa itu, mahasiswa bilang ya pak, tapi alasanya begini pak, infusnya anak itu terlepas. Sehingga saya menjaga itu. Kalau saya yang pergi panggil medisnya berarti kosong disitu, karena kalau ada apa-apa saya juga yang kena masalah, saya tinggalkan pasien. Maka saya minta tolong pada ibu panggilkan kita perawat karena saya ini lagi perbaiki infus pasien ,” kata Bariun mendengar pernyataan mahasiswa PKL itu.
Menurutnya, kekurangan dari pihak RS adalah seharunya pihak rumah sakit tetap mendampingi mahasiswa PKL tidak bisa dilepas sendiri karena menghindari ada kejadian, karena namanya mahasiwa PKL hanya membantu saja.
“Dari situ, kita juga pertanyakan bagimana kerjasama dengan pihak Mahasiswa Universitas Mandala Waluya itu. Nah kami tanyakan apakah dosen pembimbingnya itu mengikuti atau tidak. Ini berkaitan persoalan etik. Soal etika pelayanan. Seharusnya seblum mereka di RS dibimbing atau dibintek dulu.
Supaya mereka itu, memiliki bekal bagaimana melakukan pelayanan terhadap pasien dan bagimana etik memberikan pelayanan kepada keluarga pasien.
Tentunya ini kelemahan dari pembimbing terhadap mahasiswa PKL itu. Sehingga kami ingatkan pihak rumah sakit kemarin. Kalau ada yang melakukan kerjasama dengan pihak perguruan tinggi untuk melakukan PKL itu harus jelas baik kualitasnya, kompetensi mareka.
Karena berkaitan pelayanan medis itu bukan bahan percobaan tetapi berkaitan nyawa kemanusiaan. Karena kalau ada apa-apa harus bertanggungjawab makanya harus diperhatikan dengan baik.
“Jadi saya minta kepada rumah sakit evaluasi kembali kerjasama yang dibuat. Agar yang datang PKL itu betul-betul dapat dipertanggunjawabkan kinerjanya. Disamping pendampingan dari pihak rumah sakit juga dari pihak dosen PKL,” ketusnya.
Dan kami menguatkan rekomendasi DPRD. Pertama Soal pelayanan buruk memberikan jaminan untuk memperbaiki. Pihak rumah sakit bersedia memberi jaminan untuk memperbaiki.
“Kami kasih waktu selama satu bulan tidak ada perubahan maka mereka tidak konsisten dengan peryataan yang diberikan.
Kedua dimasalahkan DPRD itu adalah soal Dewan Pengawas (Dewas) berasal dari internal Rumah sakit. Kami lakukan klarifikasi ternyata itu baru rencana SK nya. tetapi merujuk pada permendagri nomor 79 Tahun 2018. Disitulah penjelasan kepada kami yang terlibat didalamnya itu dari pihak rumah sakit satu orang, dari Pemda satu orang, dari pihak akademisi akademisi atau profesional satu orang dan dari pihak rumah sakit,” jelasnya
Sehingga DPRD juga dapat memaklumi itu. DPRD meminta secara tegas perawat ayang ada dimawar itu harus dikeluarkan dari ruangan itu supaya ada efek jerah atau pembelajaran dari kelalayanan dari pelayanan. Dari pihak BPRS Sultra dari lima rekomendasi tersebut kita minta kepada pihak rumah sakit untuk menjadi perhatian dan kami akan melakukan pengawasan kontrol soal itu.
“Kalau belum berubah pelayan itu, tetap buruk maka resiko akan ada, baik sanksi ringan dan berat. Kami amati soal pelayanan dibansal anak itu, kurang ramah dan kurang nyaman, untuk itu meminta pihak Direktur Rumah Sakit menjadi perhatian khusus,” tegas Bariun. (Med)
Komentar