LM Bariun: Transformasi HAM di Indonesia Jadi Kajian Strategis untuk Benteng Pertahanan Negara

Berita Utama1558 Dilihat

Potretterkini.id, KENDARI– Pakar Hukum dan Aktivis Hak Asasi Manusia, Dr LM Bariun, SH MH menegaskan bahwa hak asasi manusia (HAM) adalah manifestasi dari harkat dan martabat setiap individu.

Dalam perspektifnya, HAM mencakup kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan berserikat, serta kebebasan pers sebuah hak dasar yang melekat pada setiap warga negara dalam sistem negara hukum.

Menurut Bariun, kebebasan individu tidak bisa dilepaskan dari kerangka hukum. HAM menjadi penyeimbang antara kebebasan personal dan tanggung jawab sosial. Namun, di tengah derasnya arus transformasi digital dan budaya, nilai-nilai dasar ini mulai tergerus.

“Sekarang ini kita dihadapkan pada dekadensi moral nilai-nilai keagamaan dan kearifan lokal seolah mulai ditinggalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” ungkapnya,” ujar Bariun kepada Potretterkini.id, di Kendari, (24/2025).

Bariun menyoroti bagaimana era digital mempercepat perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat. Budaya asing, terutama budaya barat, seringkali lebih diminati dibandingkan budaya sendiri. Akibatnya, identitas nasional dan penghargaan terhadap HAM menjadi rapuh di tengah masyarakat.

“Kalau tak ada ketaatan dan kepatutan, serta saling menghargai, maka nilai HAM hanya jadi jargon kosong. Padahal HAM seharusnya jadi benteng terhadap kekerasan, penyalahgunaan wewenang, hingga diskriminasi,” tegasnya.

Ia juga mengkritisi bagaimana media sosial, yang seharusnya berfungsi sebagai alat kontrol sosial, justru kerap disalahgunakan. Kebebasan berpendapat sering kali bergeser menjadi kebebasan menyerang, yang pada akhirnya juga bisa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM.

“Indonesia sebagai negara hukum harus mampu menjadikan HAM sebagai benteng pertahanan bangsa, apalagi di era global yang menghapus batas geografis melalui digitalisasi. Transformasi budaya yang cepat berpotensi mengikis nilai-nilai luhur bangsa,” ujarnya.

Pancasila, lanjut Bariun, harus menjadi pondasi utama dalam menghadapi tantangan ini. Sebagai dasar negara, Pancasila menegaskan pentingnya anti-kekerasan, kebebasan beragama, serta penghormatan terhadap perbedaan.

Namun ia juga menyinggung lemahnya implementasi kebijakan, seperti penerapan hukuman mati yang sebelumnya mengemuka, namun kini justru meredup. Di sisi lain, meski ada upaya pemantauan melalui cyber crime unit, efektivitasnya dalam membendung konten-konten merusak yang menargetkan generasi muda masih dipertanyakan.

“Generasi Z dan milenial saat ini rentan terhadap pengaruh negatif dunia digital. Ini bukan hanya soal teknologi, tapi soal bagaimana negara membangun benteng pertahanan mental dan moral yang kokoh melalui perspektif HAM,” jelasnya.

Dalam pandangan lain LM Bariun, menyampaikan transformasi HAM tidak boleh berhenti pada wacana normatif. Dibutuhkan langkah konkret dan strategis dari negara untuk menjadikan HAM sebagai bagian integral dari sistem pertahanan nasional bukan dalam konteks militeristik, melainkan sebagai proteksi terhadap kehancuran moral dan sosial.

“Kita butuh edukasi publik yang masif soal pentingnya HAM, mulai dari sekolah, perguruan tinggi, hingga lingkungan kerja. HAM bukan hanya urusan aktivis, tapi tanggung jawab semua pihak,” jelas Bariun.

Ia menekankan pentingnya membangun kesadaran kolektif bahwa pelanggaran HAM bukan hanya terjadi di medan konflik atau dalam tindakan represif aparat, tetapi juga bisa hadir dalam bentuk-bentuk baru, misalanya ujaran kebencian di media sosial, perundungan digital, diskriminasi berbasis gender dan agama, serta ketidaksetaraan akses informasi dan keadilan.

Digitalisasi dan Peran Negara

Menurutnya, negara harus hadir lebih kuat dalam ekosistem digital, namun tetap dengan pendekatan yang berkeadilan. Penguatan regulasi digital yang berbasis HAM menjadi kebutuhan mendesak. Misalnya, penyusunan kebijakan konten media sosial yang tidak hanya mengatur, tetapi juga mendidik dan melindungi.

“Cyber crime harus dilengkapi dengan cyber ethics. Tidak cukup hanya mendeteksi kejahatan, tapi juga membangun ekosistem digital yang sehat dan beretika,” tegasnya.

Ia juga mendorong agar pemerintah lebih serius menggandeng akademisi, tokoh agama, dan komunitas digital untuk menyusun kurikulum literasi HAM yang kontekstual di era digital.

Pancasila sebagai Filter Sosial dan Budaya
Dalam menghadapi derasnya arus globalisasi, Bariun menekankan bahwa Pancasila harus dihidupkan kembali bukan hanya sebagai simbol, tetapi sebagai panduan hidup sehari-hari.

Nilai-nilai Pancasila, seperti kemanusiaan yang adil dan beradab serta keadilan sosial, harus diterjemahkan dalam kebijakan publik, termasuk di bidang ekonomi, pendidikan, dan sosial media.

“Jati diri bangsa kita tak boleh larut oleh tren global. Kita harus kembali pada akar yakni nilai luhur bangsa yang berpihak pada kemanusiaan dan keadilan,” ujarnya.

Tantangan dan Harapan

Bariun menutup refleksinya dengan nada optimis namun realistis. Ia percaya bahwa Indonesia memiliki potensi besar menjadi contoh negara demokrasi yang kuat dengan fondasi HAM yang kokoh, asalkan ada keberanian untuk mereformasi sistem yang lemah dan mengedepankan pendidikan karakter sejak dini.

“Generasi muda hari ini adalah penentu wajah HAM Indonesia ke depan. Kalau kita bisa menjaga dan membimbing mereka, maka kita telah memperkuat pertahanan negara bukan hanya dengan senjata, tapi dengan nilai,” pungkasnya.

LM Bariun menegaskan bahwa transformasi HAM bukan sekadar agenda elit, melainkan panggilan kolektif untuk seluruh elemen bangsa dari pemerintah, lembaga pendidikan, media, hingga masyarakat sipil.
Untuk itu, ia memberikan beberapa rekomendasi strategis sebagai langkah nyata yang perlu segera diambil:

Reformulasi Pendidikan HAM Sejak Dini

Pemerintah perlu mengintegrasikan nilai-nilai HAM dalam kurikulum pendidikan dasar hingga menengah, dengan pendekatan yang kontekstual dan sesuai perkembangan zaman. Pendidikan karakter harus dipadukan dengan pendidikan digital agar generasi muda mampu menjadi warga digital yang cerdas, santun, dan kritis.

Negara perlu mendorong program literasi digital berbasis budaya lokal agar masyarakat tidak terjebak dalam arus budaya luar yang menanggalkan identitas bangsa. Literasi ini juga menjadi alat perlindungan terhadap pelanggaran HAM dalam ruang siber.

Penguatan Regulasi dan Etika Digital

Selain memperkuat hukum yang menjerat pelanggaran digital, perlu juga dibangun code of conduct nasional yang mengatur tata krama interaksi sosial di dunia maya. Ini tidak hanya mencegah kejahatan, tetapi juga memulihkan nilai-nilai penghormatan dan penghargaan antarmanusia.

Revitalisasi Fungsi Pancasila dalam Kebijakan Publik

Direktur Pascasarjana Unsultra ini lebih mengutarakan bahwa pancasila harus dijadikan acuan dalam setiap kebijakan, terutama yang berkaitan dengan HAM, keadilan sosial, dan perlindungan terhadap kelompok rentan. Hal ini penting agar negara tidak hanya kuat secara hukum, tapi juga kokoh secara moral.

Kolaborasi Multisektor untuk Penguatan HAM
Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Harus ada sinergi dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, organisasi pemuda, komunitas digital, dan LSM untuk membangun ekosistem sosial yang berkeadaban.

Menjadikan HAM sebagai Pilar Identitas Bangsa

Di tengah era transformasi digital yang begitu cepat, Indonesia ditantang untuk tidak hanya menjadi penonton, melainkan pelaku aktif dalam menciptakan peradaban baru yang berkeadilan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

LM Bariun percaya, hanya dengan menjadikan HAM sebagai pilar pertahanan moral bangsa, Indonesia bisa tetap berdiri tegak sebagai negara hukum yang bermartabat dan disegani di mata dunia.

Ia menyinggung bagaimana beberapa negara seperti Amerika Serikat atau Korea Utara menerapkan tindakan tegas terhadap pelanggar hukum, namun Indonesia masih belum menemukan formulasi efektif yang menghormati HAM tanpa kehilangan ketegasan dalam penegakan hukum dan perlindungan HAM harus berjalan seimbang

“HAM bukan hanya alat kontrol terhadap kekuasaan, tetapi juga refleksi dari siapa kita sebagai bangsa,” pungkasnya.(Med)

Komentar