Potretterkini.id- Sejak kemarin Sultra diwarnai kebahagiaan dan air mata. Dr. H. Nur Endang Abbas sebagai wanita pertama di Sultra sebagai sekprov defenitif. Ini kebahagian yang tak terkira kalangan beliau. Namun, diseberang sana nampak kesedihan dan air mata perwakilan muna bukan pilihan presiden.
Namun saya tidak tertarik membahas tentang kejadian itu. Saya hanya ingin melintas batas tentang sosok Bapak H. Ali Mazi dan Bapak Prof. Dr. Andi Bahrun. Keduanya adalah tokoh yang mewakili kepulauan Buton dan Muna.
Melintas batas 2017 – 2018 kandidat gubernur berakronim AMAN pernah menyatakan dalam berbagai pertemuan dan mungkin kampanye bahwa Sultra memiliki 3 etnis besar yakni cagub dari Buton, cawagub dari Tolaki mewakili daratan dan inshaallah sekprov dari Muna
Tepat September 2018 akronim AMAN dilantik jadi gubernur dan wagub. Tugas pertama yang beliau hadapi adalah menyelesaikan PeRe seleksi Sekprov dan janji politik yakni tokoh Muna sebagai sekprov.
Dari sini lahirlah tokoh dan akademisi bernama Prof. Dr. Andi Bahrun. Putra kelahiran Muna dgn pangkat, jabatan fungsional dan gelar akademisi yang tidak dapat dihitung lagi.
Saya sangat mengenal sosok beliau. Cerdas, ramah, penuh canda, kreatif dan inovatif serta agamis Dapat saya katakan beliau sosok Muna yang komplet untuk ukuran calon sekprov.
Dari sini muncullah diskusi di warung kopi, dikalangan akademisi, birokrasi & mahasiswa bahwa beliau layak jadi wakil muna menuju kursi panas sekprov.
Gayung bersambut,. Konon kabarnya beliau dipanggil oleh gubernur untuk mengikuti seleksi calon sekprov. Sebanyak tiga kali (menurut beberapa versi cerita) beliau dibujuk oleh gubernur. Namun beliau menolak secara halus karena beliau masih mencintai almamaternya, masih mencintai mahasiswanya dan masih mencintai amanah sebagai guru.
Saya kagum dengan sikap beliau. Ditengah orang lain mengejar jabatan menggiurkan sebagai sekprov namun beliau tidak silau dan yakin bahwa Allah SWT memang telah menempatkan rejeki dan rahmatNya sebagai Professor. Sekai lagi salud terhadap beliau.
Kembali ke cerita sekprov. Nah, ketika hari Ha seleksi sekprov maka muncul dua nama kandidat sekprov dari Muna.
Alm. Nurdin Pamone (sekda muna ketika itu) yang asli Lohia mewakili etnis Muna.
Lainnya adalah Ronni Yakup (Ka. BLP provinsi) sebagai putra angkat bangsawan Muna Alm. la Ute yang asli Gorontalo.
Selain itu, beberapa kandidat lainnya dan salah satunya adalah Ibu Nur Endang Abbas.
Dalam perhelatan seleksi sekprov. Sekali lagi gubernur tidak mencampuri kewenangan penilaian tim assessment (seperti pada selaksi JPTP baru ini). Di tengah pertarungan sengit ternyata di kubu Muna konflik ‘pecah’. Kubu NM dan kubu RY. Dan hasilnya salah satu wakilnya harus tumbang bukan karena manuver calon di luar Muna tetapi pergolakan atau boleh saya katakan perang saudara sehingga menggugurkan NM dalam Medan juang.
Tapi syukurlah NM yang gugur karena selang beberapa waktu beliau meninggal karena sakit.
Diakhir pertarungan terjaringlah tiga nama.
1. Dr. Syafruddin
2. Dr. Rony Yakob Laute
3. Dr. Nur Endang Abbas
Karena seleksi JPTP dibuka Januari 2020 dan akibat pandemi covid19 maka pengusulan ketiga nama tersebut terhambat. Alhamdulillah selama 9 bulan hak istimewa putra Muna La Ode Ahmad BP ditunjuk sbg Pj. Sekda. Kendati mengidahkan Perpres Nomor 3 tahun 2018 ttg Pejabat Sekretaris daerah. Namun ini barangkali berkah dari Allah SWT dan janji yang ditepati gubenrur bahwa putra Muna juga telah menjadi sekprov dimasa pemerintahan H. Ali Mazi.
Kemudan berdasarkan pertimbangan dan penilaian presiden bahwa yang layak adalah Dr. Nur Endang Abbas maka keluarlah SK presiden.
Apakah sudah benar bahwa kewenangan penunjukkan ada di tangan presiden ? Apakah karena presiden tidak lagi percaya menteri atau pun Gubernur? Apakah karena guber.ur kena sanksi karena persoalan pelanggaran sistem merrit ?
Banyak pendapat mengemuka. Khususnya dari kalangan cendikiawan, politisi, tokoh dan mahasiswa Muna.
Namun semua pendapat mereka terbantahkan oleh PP Nomor 11 tahun 2017 sebagaimana telah diubah dgn PP Nomor 17 tahun 2020. Pada PP tsb termuat pada pasal 3 ayat 2 bahwa presiden bisa memberi pendelegasian kewenangan menetapkan pejabat oleh menteri, pimpinan lembaga, sekjend, Gubernur, bupati da walikota.
Namun pada pasal 3 ayat 3 ditegaskan dikecualikan dari ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian bagi pejabat pimpinan tinggi madya, pejabat pimpinan tinggi utama dan pejabat fungsional keahlian utama.
Artinya level sekprov itu adalah pejabat pimpinan tinggi madya maka tidak ada pendelegasian kewenangan penetapan pejabat pimpinan tinggi madya.
Dari sini apa yang salah dgn Janji gubernur? Apakah kita sudah instrospeksi diri. Kenapa RY tidak terpilih oleh presiden ? Mungkin karena pangkat,. Pengalaman jabatan, lama dinas,. Usia dll. Atau mungkin faktor rejeki yang tidak akan pernah tertukar bahwa dalam sejarah Sultra wanita pertama jadi sekprov adalah Dr. Nur Endang Abbas.
Kesimpulan cerita saya bahwa
Gubernur telah menepati janji dgn terpilihnya putra Muna sbg Pj. Sekda tiga periode.
Gubernur telah menepati janji dgn membujuk Prof. Dr. Andi Bahrun ikut seleksi sekprov
Gubernur telah menepati janji dengan tetap memproses tiga nama hasil seleksi ke meja presiden
Oleh sebab itu, para tokoh Muna di Jakarta, tokoh pendidikan dan akademisi di luar Sultra maupun di luar Sultra, mahasiswa mari kita sudahi diskusi yang tidak elok.
Kalian lah sesungguhnya putra Sultra yang kami banggakan yang dapat membuat statement yang memberi kesejukan dan kedamaian bukan menambah kekisruhan
Amin ya rabbal alamin.
Penulis: Ridwan Badallah
Komentar