Ketua DPRD Sultra Janji Suarakan Hak Nakes ke Pemerintah Pusat

Advertorial518 Dilihat

Potretterkini.id, KENDARI-Ratusan tenaga kesehatan (Nakes) di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menolak Revisi Undang-Undang (RUU) kesehatan Omnibus Law.

Penolakan RUU kesehatan itu dilakukan melalui aksi demonstrasi oleh lima organisasi kesehatan di Sultra diantaranya Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sultra, Senin (8/5/2023).

Sekretaris PPNI Sultra, Sapril mengatakan pihaknya menolak RUU Kesehatan Omnibus law ini lantaran dianggap merugikan hak-hak para nakes.

RUU Kesehatan Omnibus Law ini merupakan surat kepentingan atas liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan yang akan mengorbankan hak kesehatan rakyat selaku konsumen kesehatan.

Patut diduga adanya gerakan pelemahan terhadap peran profesi kesehatan karena tidak diatur dengan undang-undang tersendiri.

Ketgam: Ketua DPRD Sultra, Abdurrahman Shaleh saat menerima massa aksi. Foto: ist

Terdapat juga upaya-upaya untuk menghilangkan peran-peran organisasi profesi yang selama ini telah berbakti bagi negara dalam menjaga mutu dan profesionalisme anggota profesi yang semata-mata demi keselamatan dan kepentingan pasien.

“RUU Kesehatan Omnibus Law terkesan terburu-buru entah apa yang dikejarnya, terbukti dengan banyaknya pasal kontroversial dan multitafsir yang menyebabkan polemik diantara masyarakat,” ungkapnya.

Aspirasi ratusan Nakes tersebut diterima langsung oleh Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Abdurrahman Shaleh.

Pria yang akrab disapa ARS itu diberi kesempatan untuk menanggapi serta mendengarkan beberapa tuntutan. Ia menerima aspirasi tuntutan dari organisasi profesi kesehatan di Sultra.

ARS mengatakan, dirinya bakal menyuarakan hak nakes hingga ke pemerintah pusat. Ia pun berjanji akan menyurati Menteri Kesehatan terkait apa yang dituntut nakes di Sultra.

Menurutnya, apa yang dilakukan tersebut bukan berarti anti terhadap undang-undang, tetapi penerapan terhadap rasa keadilan harus dinikmati oleh rakyat tidak terkecuali perawat.

“Hari ini juga saya akan mengirim email, kita viralkan supaya hak-hak nakes di seluruh Indonesia termasuk di Sultra bisa terdengar. Bila perlu saya akan mengirim pesan whatsapp ke Menteri Kesehatan,” ujar pria yang akrab disapa ARS itu.

ARS bilang, apa yang disampaikan para nakes merupakan aspirasi yang tumbuh dan datang dari masyarakat, utamanya mereka yang betul merasakan pelayanan masyarakat. Kata ARS, apa yang mereka suarakan merupakan kondisi real yang terjadi.

Menurut ARS, beberapa poin tuntutan yang akan disampaikan ke pemerintah pusat diantaranya meminta pemerintah pusat melakukan revisi terhadap RUU Kesehatan Omnibus Law. Sehingga asas keadilan, kebersamaan antar para pekerja ada kepastian, sehingga mereka tidak didiskriminasi terhadap berlakunya undang-undang ini.

Kemudian, meminta kepada pengambil kebijakan, perancang undangan-undang agar melibatkan para organisasi profesi didalam merancang undang-undang.

Termasuk meminta pemerintah pusat juga membentuk tim khusus yang melakukan evaluasi agar setiap kebijakan yang ditetapkan dapat mengadirkan rasa keadilan oleh rakyat Indonesia terutama perawat.

“Untuk beberapa Omnibus Law ini yang kadang das sollen dan das sein ini berbeda, jadi kita harapkan ada rasa keadilan yang harus dinikmati oleh rakyat Indonesia terutama perawat,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua IBI Sultra, Maswati Majid meminta agar Undang-undang kebidanan yang telah diperjuangkan selama 15 tahun agar tidak dicabut.

Terlebih UU kebidanan tersebut baru diterbitkan pada 2019 lalu. Padahal diusia yang baru menginjak 5 tahun ini pihaknya masih melakukan penataan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab.

“Terus dengan adanya RUU sekarang ini, akan dicabut. Padahal kita ini butuh kepastian hukum, kalau dicabut itu UU  kebidanan otomatis kita tidak jelas kepastian hukumnya.

Seperti tadi bidan yang tugas di daerah terpencil tidak ada yang berani dia tidak punya kewenangan yang lain, terus kalau dia masuk keranah hukum siapa yang bela? selain profesi. Makannya kami tuntut jangan cabut UU kebidanan,” bebernya. (adv)

Reporter: La Niati

Komentar