Potretterkini.id, KENDARI– Universitas Sulawesi Tenggara (Unsultra) bersama Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Doktor Hukum Indonesia (ADHI) Provinsi Sulawesi Tenggara dan DPN ADN ADHI, menghelat dialog Nasional dengan tema” Masa Depan Otonomi Daerah terhadap Keberlakuan Undang-undang Cipta Kerja (Resentralisasi atau Desentralisasi) di Gedung Wtc Unsultra, (Senin 11 Oktober 2021).
Dialog Nasional tersebut, terlihat beberapa pemateri pakar hukum indonesia mengupas tuntas muatan undang-undang Omnibus Law Cipta kerja” telah nyata-nyata mereduksi hak otonomi daerah seluas-luasnya yang diberikan kepada pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten kota berdasarkan pasal 18 ayat (5) Undang Dasar-dasar Negara Repubulik Indonesia Tahun 1945.
Hadir sebagai Nara Sumber Sekretaris Daerah (Sekda) Sultra Hj Nur Endang Abbas, menyampaikan harapanya dengan lahirnya UU Omnibus Law Cipta Kerja ini berjalan dengan baik khususnya dibidang investasi, perizinan dan regulasi lainnya. Supaya memberikan rasa nyaman kepada investor dan kepastian hukum.
“Namun demikian dalam pelaksanaanya yang kami rasakan masih perlu dilakukan penyesuaian terkait kondisi saat ini masih ada pemangkasan kewenangan daerah provinsi kabupaten atau kota yang diserahkan dipusat misalnya dibidang pertambangan mengenal dampak lingkungan hidup (amdal) dan izin lingkungan.
“Ini juga menjadi salah satu faktor penghambat memperpanjang area kebijakan didaerah. Maka Perlu UU otonomi daerah ini ada pembagian kewenagan ada pembagian beban, dan harmonisasi dari regulasi yang ada,” ujar Endang Abbas.
Mungkin saja lanjutnya, pemerintah pusat memberlakukan UU Omnibus Law salah satu tujuanya adalah dalam rangka percepatan kebijakan tanpa mendengar aspirasi daerah.
” Perlu dipahami kita ini sebagai pelaksana didaerah yang punya potensi sumber daya alam, Kita lebih mengetahui perkembangan yang ada didaerah, lahirnya UU Omnibus Law, kita hanya kebagian orang-orang demonstrasi, meskipun demikian tetap kita layani demonstarsi karena itu adalah bagian menyampaikan aspirasi, kita jawab yang sesungguhnya sesuai kenyataan yang mengeluarkan izin adalah pusat,” tuturnya.
Rektor Unsultra, Prof Dr. Ir H. Andi Bahrun MSc., Agric, menyampaikan lebih detail, berbagai ihtiar pemerintah untuk mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta kesejahteraan masyarakat dan kemakmuran antara lain tahun 1999 lahir UU NO 22 Otonomi Daerah, menjelaskan bahwa dalam penyelenggaraan Otoda dipandang perlu, untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keaneka ragaman daerah.
Kemudian lanjut Andi, UU NO 23 Tahun 2014: Otonomi daerah adalah hak, kewenangan dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam system NKRI. Lalu Disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, diyakini sebagai strategi yang diharapkan dapat mewujudkan pelayanan publik yang sederhana, bersih, dan transparan, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan investasi serta menciptakan banyak lapangan kerja baru untuk mengatasi pengangguran.
Dokumen administrasi perizinan yang sangat banyak serta prosedur perizinan yang berbelit-belit belum lagi kenyataan pungutan liar, menjadi faktor-faktor penghambat daya tarik investasi di Indonesia.
Akan tetapi beberapa catatan mengenai berbagai isu dibalik UU Cipta Kerja ini menjadi perhatian banyak kalangan, termasuk potensi resentralisasi yang menguat dan dapat mengancam semangat otonomi daerah (Mulyani, 2020).
UU Cipta Kerja sebagai legal policy merupakan prestasi legislasi untuk reformasi hukum di Indonesia. Kehadiran undang-undang ini menimbulkan pro dan kontra, serta diskusi di ruang publik. Ada berbagai polemik dan catatan kritis terhadap UU Cipta Kerja dari seluruh elemen masyarakat, baik mengenai formal pembentukannya dengan Omnibus Law maupun materi muatannya. (The Conversation, 2020).
Beberapa materi muatan dalam UU Cipta Kerja telah seakan-akan mereduksi hak otonomi seluas-luasnya yang diberikan kepada pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten berdasarkan Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Seperti pemangkasan beberapa kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, dan/atau kota), diantaranya, sebagai berikut,
1. Hilangnya kewenangan memproses dan menerbitkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup (amdal) dan izin lingkungan (Pasal 22). Hilangnya konsultasi penentuan wilayah potensial minyak dan gas bumi (Pasal 40). Dipangkasnya kewenangan ketenagalistrikan (Pasal 42). Hilangnya kewenangan memberikan persetujuan kawasan ekonomi khusus (Pasal 150).
2. Materi muatan dalam UU Cipta Kerja menguatkan pola yang mengarah pada terjadinya praktik resentralisasi kekuasaan yang juga ditemukan dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Pola tersebut terbentuk dengan lahirnya undang-undang yang memiliki pengaturan seperti penarikan urusan dari pemerintah daerah dan instrumen persetujuan atau evaluasi oleh pemerintah pusat yang semakin ketat.
Meski demikian kewenangan untuk mengurus pemerintahannya sendiri tersebut tidak sepenuhnya diberikan kepada daerah, terdapat beberapa kewenangan yang tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Diantaranya adalah urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal, agama.
(Pasal 10 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, 2014) Sebab desentralisasi dan otonomi daerah yang dibangun di Indonesia dibingkai dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Yuswanto & Arif, 2019).
UU Cipta Kerja Memiliki Banyak Manfaat bagi kehidupan berbangsa dan Bernegara. Tentu kita juga yakin bahwa UU CIPTA KERJA Solusi Wewujudkan Peremerataan, Keadilan, kemajuan dan kemakmuran, tetapi ada juga pertanyaan membutuhkan penjelasan dan jawaban antara lain:
1.Apakah resentaralisasi dapat menjadi solusi kebangkitan ekonomi, kemajuan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat?. Jika ya, regulasi dan bagimana mekanismenya terutama implementasinya sampai pada level bawah.
2.Apakah desentarlisasi masih ada dalam mendukung kemajuan, daya saing dan kesejahteraan di daerah?. Jika ya, bagaimana implementasinya dalam berbagai sektor pembangunan dengan adanya UU CIPTA Kerja. Karena ada sejumlah aturan yang membuat kewenangan daerah berpindah ke pemerintah pusat. Dalam aspek administrasi pemerintahan wewenang pemerintah daerah berada di bawah presiden dalam melaksanakan atau membentuk peraturan undang-undang.
Oleh karena berharap kepada dosen Ilmu Hukum Unsultra melakukan usul penelitian dan alhamdulilah menjadi salah PT penyelenggara penelitian yang didanai oleh MK dengan topik “ Masa Depan Otoda Terhadap Keberlakuan UU Cita Kerja”.
Kegiatan dialog nasional hari ini merupakan rangkaian dari kegiatan penelitian tsb guna pengayaan dan bahan rekomendasi, sekaligus kontrubusi UNSULTRA untuk daerah dan negri tercinta.
Tujuan dari agenda ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis capaian keberlakuan UU Cipta Kerja terhadap otonomi daerah, bagaimana manfaat berlakunya UU Cipta Kerja terhadap kepentingan otonomi daerah, serta merumuskan norma penyelarasan/sinkronisasi antara UU Cipta Kerja dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Nomor 137/PUU-XIII/2015 dan No. 56/PUU-XIV/2016 terhadap Peraturan Daerah (Perda).
Ketua Peragi Sultra ini, berharap kegiatan Dialog Nasional hari ini bisa mendapat informasi dan materi rekomendasi sehingga bisa memberikan keyakinan bahwa UU CIPTA KERJA benar-benar menjadi solusi Wewujudkan Peremerataan, Keadilan, dan kemakmuran untuk Indonesia Maju
Unsultra Sebagai Institusi Pendidikan merasa sangat berkepentingan & akan selalu terpanggil untuk berkontribusi demi terwujudnya pengelolaan sumber daya alam, pengelolaan pemerintahan yang baik yang membawa kesejahteraan dan kemaslahatan umat manusia.
Sebaik-baik kita adalah yang bermanfaat bagi orang lain, sebaik-baik PT/institusi adalah yang bermanfaat bagi daerah, bangsa dan negara, bersama, kita wujudkan pengelolaan sda dan pemerintahan yang amanah bersamai, kita wujudkan indonesia maju. Kalau bukan kita siapa lagi.
Pada kesempatan yang sama Ketua DPD ADHI Sultra Dr LM Bariun, menyimpulkan Tiga poin penting yang menjadi rekomendasi dialog nasional terkait UU Omnibus Law Ciptaker.
Pertama, Soal legalitas kita ingin lihat beberapa prodak undang-undang itu untuk kita cermati, kaji serta mencermati dan menganalisis.
Kedua desentralisasi simetris ada kecenderungan bahwa kita memiliki beban, meskipun pusat itu punya beban besar, tetapi penyangganya itu didaerah-daerah khususnya yang memiliki penghasil sumber daya alamnya.
Pusat juga harus memikirkan beban kabupaten dan provinsi atau kota dan ketiga kita diberlakukan otonomi daerah tetapi masih ada beberapa diberlakukan otonomi khusus seperti daerah Papua DKI Jakarta, Jogja.
“Kita sebenarnya masih disentralisasi dari pendekatan sejak lahirnya undang Dasar 1945,” ujar Direktur Pascasarjana Unsultra ini. (Med)
Komentar