Bila Kebijakan PPN Sembako Diterapkan, Pakar Ekonomi Unsultra: Komoditas Lain Ikut Naik Makin Tinggi

Potretterkini.id, KENDARI –Wacana akan diberlakukannya pajak pertambahan nilai atau PPN pada sembako dan pendidikan menuai kritikan di masyarakat. Jenis sembako yang dikenai PPN diantaranya beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, sampai gula konsumsi.

Meluasnya isu pajak pada sembako, Pakar Ekonomi Unsultra, Dr. Muh Zabir Zainuddin SE.,MSi, di temui di Ruang kerjanya pada  Sabtu (19/6/2021) mengatakan, jika kebijakan itu benar- benar diterapkan ia menyakini pasti pasar sangat bergejolah dan kegaduhan rakyat makin tinggi apalagi ditengah pandemi Covid 19 belum usai.

Selain itu beberapa komoditas lainnya ikut naik beransur-ansur dan mungkin naiknya akan lebih tinggi, dan efek PPN berdampak pada reaksi publik bahkan pedagang, banyak permintaan untuk mengadvokasi hal ini sehingga keresahan itu sangat terasa.

“Saya hanya ingin pengusulannya di tunda agar tidak memunculkan polemik-polemik atau kegaduhan yang berkelanjutan, di dalam kehidupan bermasyarakat.
Munculnya kegaduhan sekarang ini yang terjadi ditengah masyarakat diakibatkan karena kurang sosialisasi atau penjelasan pemerintah tidak optimal.

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unsultra ini, mengusulkan seharusnya pemerintah jangan mengenakan PPN terhadap kebutuhan umum masyarakat salah satunya sembako yang di jual di pasar-pasar tradisional. Ambil saja contohnya di Sulawesi Tenggara misalnya produksi padi dengan jenis beras ciliwung, beras enam enam, dan lain sebagainya, itu harusnya jangan dikenakan PPN.

Lanjutnya, tapi kalau beras premium yang impor itu yang harusnya dikenakan PPN seperti beras basmati, beras rataki karena beras ini kan mahal yang harganya bisa 10 kali lipat dengan harga beras lokal.

Yang perlu dipikirkan ungkapnya, jika beras lokal yang masuk kategori premium yang di jual di lippo seperti beras kepala di kenakan PPN itu pasti akan berdampak kepada masyarakat sulawesi tenggara, bahkan menurutnya di kota kendari ini sudah banyak beras lokal yang di kemas seperti beras primium.

“Memang betul bangsa ini sangat membutuhkan pemasukan banyak dari pajak untuk kebutuhan APBN dalam rangka menggerakkan pembangunan, akan tetapi tidak harus membebankan kepada bahan pangan karena kebutuhan pangan adalah kebutuhan dasar masyarakat yang mempunyai efek besar terhadap keberlangsungan ekonomi, kan bisa PPN barang mewah misalnya bahkan pajak transaksi barang digital, sekarang ini transaksi barang digital cukup besar,”  tambanya.

Lanjutnya, akan tetapi untuk penerapkan pajak barang mewah dan pajak transaksi barang digital pemerintah harus pada kehati-hatian takutnya akan merembet pada turunnya daya beli masyarakat yang dapat menyebabkan turunnya perputaran ekonomi sehingga menghambat pemulihan ekonimi.

Kontradiksi memang dan menjadi pemikiran kebijakan pemerintah tentang diskon pajak PPNBN sampai 0 % untuk tiga bulan pertama dan 50 % untuk bulan berikutnya untuk mobil baru, kebijakan ini sebenarnya lebih dinikmati oleh kalangan atas tentunya, dimana pemerintah beranggapan bahwa diskon itu sifatnya stimulus terhadap industri otomotif di Indonesia yang lesu akibat pandemi covid-19.

Memang betul draf RUU ketentuan umum dan tata cara perpajakan atau RUU KUP yang mengatur penambahan PPN pada tarif sembako, DPR RI Khususnya Komisi XI belum menerimanya.

“Saya berkeyakinan bahwa rencana pengenaan PPN tidak akan diterapkan dalam waktu dekat ini, melainkan akan dibahas lebih lanjut bersama DPR RI Komisi XI,” ungkap Zainudin sapaan akrabnya kepada pihak Potretterkini.Id.

Ia berharap apapun kebijakan yang diambil nantinya, yang terpenting bisa mewujudkan keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Reporter:Rahim

Editor: La Ismeid

Komentar